SISTEM PEREKONOMIAN
INDONESIA
A.
LATAR BELAKANG
Sudah
hampir 66 tahun Indonesia merdeka. Akan tetapi kondisi perekonomian Indonesia
tidak juga membaik. Masih terdapat ketimpangan ekonomi, tingkat kemiskinan dan
pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per kapita yang masih rendah. Untuk
dapat memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia, kita perlu mempelajari
sejarah tentang perekonomian Indonesia dari masa orde lama hingga masa
reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya, kita dapat mengetahui
kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah dan
bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat memberikan
kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada. Sistem perekonomian
Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu Pemerintahan pada masa orde lama, orde baru,
dan reformasi.
B. PEMBAHASAN
1.
PEMERINTAHAN MADA MASA ORDE LAMA
Pemerintahan pada masa orde lama
dibagi menjadi tiga yaitu
a. Masa pasca
Kemerdekaan (1945-1950)
Pada masa awal kemerdekaan, keadaan
ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain disebabkan oleh :
1. Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena
beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu,
untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di
wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe Bank ,mata uang pemerintah Hindia
Belanda,dan mata uang pendudukan Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima
AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan
November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3. Kas Negara kosong
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi
kesulitan ekonomi,antara lain :
1. Program Pinjaman
Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blockade
dengan diplomasi beras ke India (India merupakan Negara yang mengalami nasib
yang sama dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah, Indonesia menawarkan
bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah
obat-obatan kepada Indonesia),mengadakan kontak dengan perusahaan swasta
Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan
Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi
Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat
dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang,
serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang
Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga
bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha
swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan,
diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor
pertanian merupakan sumber kekayaan).
b. Masa
Demokrasi Liberal (1950-1957)
Permasalah ekonomi yang
dihadai oleh bangsa Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan
untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan
perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan
lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada
perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam
perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha
pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada kabinet ini untuk pertama
kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi
Perekonomian (RUP)
2. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai
bank sentral dan bank sirkulasi. (Kabinet Sukiman)
3. Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I)
yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara
pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan
memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan
kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan
dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya
dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. (Kabinet ini
sangat melindungi importer pribumi, sangat berkeinginan mengubah perekonomian
dari struktur colonial menjadi nasional)
4. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar,
termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda
yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa
mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.(Kabinet Burnahudin)
c. Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari
dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan
membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di
masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
1. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959
menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp
50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk
mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam
pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965
menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru
mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang
rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah
untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
2. PEMERINTAHAN MASA
ORDE BARU
Prioritas yang dilakukan adalah pengendalian inflasi dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Modal asing mulai masuk sehingga
industrialisasi mulai dikerjakan dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA)
yang pertama dibuat tahun 1968. Pada tahun 1970-an dan awal 1980-an harga
minyak bumi melonjak tinggi di pasar dunia sehingga Orde Baru mampu membangun
dan mengendalikan inflasi serta membuat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak membuat rakyatnya bebas dari
kemiskinan dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati segelintir
orang saja. Dampak negatif kondisi ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru antara
lain :
a. Ketergantungan terhadap Minyak dan Gas Bumi
(Migas)
Migas merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi anggaran
belanja negara. Jadi harga Migas sangat berpengaruh bagi pendapatan negara
sehingga turunnya harga minyak mengakibatkan menurunnya pendapatan negara.
b. Ketergantungan terhadap Bantuan Luar Negeri
Akibat berkurangnya
pendapatan dari Migas, pemerintah melakukan penjadualan kembali proyek – proyek
pembangunan yang ada, terutama yang menggunakan valuta asing. Mengusahakan
peningkatan ekspor komoditi non migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman
luar negeri kepada negara – negara maju. Tahun 1983, Indonesia negara ketujuh
terbesar dalam jumlah hutang dan tahun 1987 naik ke peringkat keempat.
Ironisnya, di tahun 1986/87, sebanyak 81% hutang yang diperoleh untuk membayar
hutang lama ditambah bunganya.
Akhir 1970-an, proses pembangunan di Indonesia mengalami “non
market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya
merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama disebabkan
oleh “market failure”.
Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi kegagalan pemerintah
(lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme kinerjanya terhadap dinamika
pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan
penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan
pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural
adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai berikut :
a. Program stabilisasi jangka pendek atau kebijakan
manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar
mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat. Dalam hal ini
pemerintah melakukan berbagai kebijakan mengurangi defisit APBN dengan memotong
atau menghapus berbagai subsidi, menaikkan suku bunga uang (kebijakan uang ketat)
demi mengendalikan inflasi, mempertahankan nilai tukar yang realistik (terutama
melalui devaluasi September 1986).
b. Kebijakan struktural demi peningkatan output
melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi
distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan
perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988” yang menghapus
monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting lain, telah
mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.
c. Kebijakan peningkatan kapasitas produktif
ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi. Perbaikan tabungan
pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan masyarakat melalui
reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan cara memberi
insentif dan melonggarkan pembatasan.
d. Kebijakan menciptakan
lingkungan legal yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif
termasuk jaminan hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi
hukum dan peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai
program yang memungkinkan lingkungan seperti itu.
Dampak dari kebijakan tersebut cukup meyakinkan terhadap ekonomi
makro, seperti investasi asing terus meningkat, sumber pendapatan bertambah
dari perbaikan sistem pajak, produktivitas industri yang mendukung ekspor
non-migas juga meningkat. Namun hutang Indonesia membengkak menjadi US$
70,9 milyar Hutang inilah sebagai salah satu faktor penyebab Pemerintahan Orde
Baru runtuh. Pemerintahan Orde Baru membangun ekonomi hanya berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengendalian inflasi tanpa memperhatikan
pondasi ekonomi yang memberikan dampak sebagai berikut:
a.
Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) bangsa Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak
disiapkan untuk mendukung proses industrialisasi.
- Barang
– barang impor (berasal dari luar negeri) lebih banyak digunakan sebagai
bahan baku dalam proses industri sehingga industri Indonesia sangat
bergantung pada barang impor tersebut.
- Pembangunan
tidak didistribusikan merata ke seluruh wilayah Indonesia dan ke seluruh
rakyat Indonesia sehingga hanya sedikit elit politik dan birokrat serta
pengusaha – pengusaha Cina yang dekat dengan kekuasaan saja yang menikmati
hasil pembangunan.
3.
PEMERINTAHAN REFORMASI
Pemerintahan reformasi diawali pada
tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh ribuan mahasiswa yang berdemo
menuntut presiden Soeharto untuk turun dari jabatannya dikarenakan pemerintahan
Bapak Soerhato dianggap telah banyak merugikan Negara dan banyak yang melakukan
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).Tahun 1998 merupakan tahun terberat bagi
pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat krisis moneter di Asia yang
dampaknya sangat terasa di Indonesia. Nilai rupiah
yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,- bahkan
mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar).
Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun
setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$. Hutang Negara Indonesia yang jatuh
tempo saat itu dan harus dibayar dalam bentuk dolar, membengkak menjadi lima
kali lipatnya karena uang yang dimiliki berbentuk rupiah dan harus dibayar
dalam bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi dengan hutang swasta yang kemudian
harus dibayar Negara Indonesia sebagai syarat untuk mendapat pinjaman dari
International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang Indonesia membengkak menjadi
US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah hutang komersial swasta).
Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah mengalami beberapa
pergantian presiden, antara lain yaitu
1 1. Bapak B.J
Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan
presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan
perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di
Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan
wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat
2 2. Bapak
Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan
presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk
menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid
berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan
antar agama.
3 3. Ibu
Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan
Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu
pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk
mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada
pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri
sebesar Rp 116.3 triliun
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan
negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari
intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil
penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %.
Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi
dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan
menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi,
hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai
asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.
4 4. Bapak
Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)
Masa kepemimpinan SBY
terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu
a. mengurangi subsidi BBM
atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh
naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan
dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
b. Kebijakan kontroversial
pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung
Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang
berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
c. Mengandalkan pembangunan
infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang
investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah
diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu,
yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi
merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari
kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor,
terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang
ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan
jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
d.
Lembaga kenegaraan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas
para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY
menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas
orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan
koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari
semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini
perekonomian Negara tidak stabil.
e. Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan
persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
f. Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani
menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis
Pada tahun 2006 Indonesia melunasi
seluruh sisa hutang pada IMF (International Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti
agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk
berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa
kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah
penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05
juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara
lain karena pengucuran kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang
(perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil
kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga
semakin membengkak dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa
negeri ini.
KESIMPULAN
:
Perekonomian Indonesia
sejak pemerintahan masa orde lama hingga masa reformasi masih mengalami
beberapa gejolak. Perekonomian Indonesia masih jatuh bangun. Hal itu dapat
dilihat dari :
1 1. Kemiskinan yang masih ada
2 2. Pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah
lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja
3 3. Maraknya para koruptor karena hukum di negeri
ini kurang tegas (Indonesia termasuk dalam 5 terbesar Negara terkorup didunia)
4 4. Masih terjadi kesenjangan ekonomi antara
penduduk yang miskin dan yang kaya
5 5. Nilai rupiah masih sekitar Rp 9.000-Rp 10.000
6 6. Masih memiliki hutang ke luar negeri